Prof Dr H E Sugianto SH MH Soroti Regulasi Otonomi Daerah Yang Terpasung

Prof Dr H E Sugianto SH MH, 
Pakar Hukum HTN & Otda IAIN Syekh Nurjati Cirebon, di ruang kerjanya, Senin (1/3/2021)
.

FOKUS CIREBON, FC - Saat ini, banyak komponen bangsa yang lupa terhadap kehadiran Otonomi daerah (Otda), yang dilahirkan dari rahim reformasi. Sampai pada pelaksanaannya, seperti apa, kondisi Otda justru harus dikaji ulang.

Hal itu disampaikan Prof Dr H E Sugianto SH MH, Pakar Hukum HTN & Otda IAIN Syekh Nurjati Cirebon saat menyikapi keberadaan perkembangan otonomi daerah saat ini.

Dijelaskan, berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, otonomi daerah itu sebagai hak, kewenangan, kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurutnya, otonomi daerah memiliki makna dan tujuan mulia. Dalam otonomi daerah ada gelora demokrasi yang dikibarkan melalui penyerahan dan pelimpahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Semangat otonomi daerah itu, katanya, adalah semangat pemberdayaan daerah-daerah yang kerap terlupakan dan terabaikan. Sehingga otonomi daerah yang seharusnya diharapkan dapat mendorong lahirnya para elit birokrat yang profesional, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, dan meningkatkan pelayanan publik, yang  bermuara kepada kesejahteraan masyarakat menjadi bisa terpasung oleh aturan yang ada di atasnya.

"Saya menyambut baik adanya UU No 11 Tahun 2020 tentang Omnibus Law, yang salah satunya adalah memberi penyederhanaan regulasi, sehingga tidak ada tumpang tindih, karena sebelum ada Onmibus Law regulasi itu tumpang tindih. Jadi buat apa ada otonomi daerah," sindirnya, Sabtu (1/3/2021).

Padahal Otda tersebut tersebut, sesungguhnya memiliki kekuatan bagi kepala daerah yakni Bupati dan Walikota dalam menggali potensi untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat.

Artinya, bagimana bisa mensejahterakan masyarakat, jika disatu sisi regulasi itu masih terpasung oleh aturan yang di atas. Untuk itu, ini harus dibedah, dikaji ulang dan meminta kepada pemerintah pusat mengkaji kembali tentang kedudukan otonomi daerah, seperti apa dan dikembalikan kembali trahnya kepada kabupaten/kota sebagai otonomi daerahnya.

Sugianto juga menegaskan bahwa otonomi daerah pasca reformasi, yakni UU No 23 tahun 2014 belum maksimal dan bahkan UU tersebut dipahami semakin dikurangi oleh provinsi.

Sugianto berharap, Gubernur dalam  konstitusi yakni UUD'45 sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dapat menjalankan otonomi daerah itu kembali kepada daerah masing masing.

"Jadi jangan sampai, seperti seolah olah desentralisasi tapi kewenangannya centralisasi, ini yang mempasung. Maka regulasi itu harus jelas dan pemerintah mengambalikan trah nya kembali kepada kabupaten/kota sebagai otonomi daerahnya," pungkasnya. (din)

Terkini