Mendikbud Resmikan Penggunaan Gedung Baru PAUD Km O


FOKUS JAKARTA-- Isteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Franka Nadiem Anwar Makarim meresmikan penggunaan gedung baru PAUD Km 0. PAUD Km 0 Kemendikbud ini, sebelumnya bernama Taman Penitipan Anak (TPA) Mekar Sari.

"TPA tersebut merupakan sarana pemenuhan kebutuhan para pegawai Kemendikbud yang mempunyai anak usia dini, akan pendidikan, perawatan, pengasuhan, pemberian kasih sayang dan perlindungan saat orang tuanya bekerja. 

TPA/PAUD di Kemendikbud ini dikelola oleh Yayasan Bakti Idhata di bawah naungan Dharma Wanita Persatuan Kemendikbud," kata Nadiem, Senin (23/12), saat meresmikan PAUD Km 0 di Gedung E Kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang paling ideal adalah benar-benar punya guru-guru  yang mencintai anak, itu yang penting. Walaupun kondisi dan prasarana itu penting, tapi kebatinan antara guru dan kualitas guru itu masih yang paling penting, yaitu bagaimana interaksi antara orang dewasa dan anaknya.

Lebih lanjut, kata Nadiem mengungkapkan kalau tidak begitu, nanti ujungnya hanya jadi tempat penitipan anak saja. Hanya bermain, tapi tanpa ada kualitas guru yang baik, hubungan kebatinan itu yang penting. 

Baru fasilitas seperti buku, mainan, program, apakah ada logika dalam setiap permainan disitu, apakah telah terpikir, tentunya termasuk keamanan dan kenyamanan, dan udara segar, karena hal-hal seperti itu yang penting. Tapi kuncinya, satu sumber daya manusianya dulu, itu yang penting. 

PAUD ke depan perlu diperbaiki dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), dan kualitas buku, karena PAUD ini salah satu hal yang tidak bisa belajar dari satu buku saja, ini PAUD suatu proses scientific.

"Jadi guru-guru harus mencoba aktif untuk bisa inovatif untuk bisa engaged anak-anak. Jadi itu harus suatu yang organic. Jadi stimulasi dan kolaborasi antara guru PAUD itu hal yang penting, dan juga standar keamanan seperti dipastikan tidak ada hal yang bisa membahayakan anak itu harus tekankan, itu jadi prioritas nomor satu," ungkap Nadiem.

Dari sisi buku bacaan paradigmanya dulu harus diubah. Selama ini, kita menentukan anak itu harus baca apa, anak seumur ini harus baca ini itu. Padahal paradigma paling penting adalah bagaimana cara agar anak itu mencintai membaca. 

Jadi harusnya digerakan, anak itu didorong, ditanya sebenarnya anak itu kepenginnya membaca buku mangenai apa, mengenai karakter favorit mereka, atau komik favorit mereka,  apapun formatnya itu, dan yang penting mereka mencintai proses buku, mencintai proses membalikan halaman-halaman. 

Kalau belum bisa membaca pun gak apa-apa, kalau dia bisa mengikuti gambarnya dan dia senang. Sebelum ada kebijakan atau langkah kedepan, paradigmanya dulu yang harus diubah.

“Harus dimulai dari anak, dan kita harus mendengarkan anak. Kalau selama ini, kita tidak merasa anak itu, PAUD maupun lebih tua setara dengan kita, bahwa mereka adalah mitra pembelajaran dengan guru, dan staf-staf unit kita ini, tidak akan terjadi. Jadi literasi itu bukan challenge dari calistung (baca, tulis, hitung), tapi bagaimana cara agar setiap anak mencintai buku dalam format apapun," katanya. (dade)

 

Terkini