Mahasiswa KKN Mandiri Kelompok 118 Menjadi Peserta Ruwatan Pasca Pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk Di Desa Mertasinga

Pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk, kemudian paginya dilanjut dengan kegiatan ruwatan.


CIREBON, FC - Mahasiswa KKN Mandiri Kelompok 118 IAIN Syekh Nurjati Cirebon bersama Sanggar Kencana Unggu menggelar kegiatan Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk dan Tradisi Ruwatan di Desa Mertasinga, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Sabtu, (15/7/2023).

Tetua Adat Mertasinga sekaligus pemilik Sanggar Kencana Ungu, Pangeran Mama Elang Panji Jaya menjelaskan, bahwa pagelaran yang diadakan ini adalah kegiatan rutinitas sanggar seni kencana ungu yang setiap tiga tahun sekali diadakan Ruwatan Murwakala atau bocah panas. 

Tujuannya adalah pertama mempertahankan tradisi yang hampir punah, kedua memperkenalkan kepada generasi muda seperti dan mahasiswa yang nanti ketika terjun ke masyarakat bisa menyebarluaskan tradisi ini di Kota Cirebon 

Dalam pagelaran seni tersebut, kata Elang Panji, yang ditampilkan hanya wayang kulit yang dilaksanakan semalam suntuk, kemudian dilanjut ruwatan di pagi hari ketika fajar mulai muncul.

Menurut Elang Panji, Wayang Kulit ini di Cirebon sejarahnya sejak tahun 1478 di mana ketika itu pernikahannya Kanjeng Pangeran Sunan Gunung Jati dengan Nyi Mas Pakung Wati. 

Terkait Pegelaran Wayang kulit semalam, kata Elang Panji itu ada dua episode,  pertama menceritakan tentang Galuh dengan Serempeng yang dimulai dari jam 20.30 WIB hingga pukul 02.00 WIB,  itu cerita umum dan kedua menceritakan tentang tradisi ruwatan itu sendiri.

Kata Elang Panji, ada pesan moral yang disampaikan dari pagelaran seni wayang kulit tersebut, pertama adalah itu tidak lepas dari perilaku kita, pendidikan kita sebagai salah satu gambaran bahwa jangankan sinatria seorang raksasa saja bebasan (kromo) itu suatu contoh yang baik. 

Kemudian, yang kedua merupakan suatu bentuk gambaran hidup kita bahwa wayang itu adalah kita di dunia nyata. Ketiga adalah suri tauladan dan dari sini  bisa diterapkan kepada diri kita pribadi atau pun orang di sekeliling kita, keluarga bahkan sampai anak didik kita. Lalu yang Ke empat, iramanya serasi di mana antara wayang dan lagunya itu tidak asal-asalan, dan Kelima untuk hiburan.

Sementara itu, usai pagelaran seni, acara dilanjutkan dengan acara Ruwatan. "Sejak tahun 60 an atau 70 an, kalau ruwatan pasti sebelumnya itu wayang dulu seperti tadi, kalau mau ruwatan langsung ya harus jam 5 karena waktu fajar itu dasar hukumnya dari ayat al-quran yaitu surat Al Ashr," papar Elang Panji Jaya.

Sedangkan tujuan diadakannya ruwatan ini adalah untuk memperkuat tradisi seni budaya 'ruwatan' yang hampir punah. Kemudian kedua untuk suri tauladan kita semua, karena di dalam ruwatan itu banyak sekali manfaat dan kegunaannya.

Manfaat pertama yaitu untuk menghilangkan kebel, kedua insya allah untuk rezeki dan usaha yang maju, kemudian juga untuk yang susah nikah agar didekatkan jodohnya, dan cepat nikah.


Dalam kegiatan ruwatan ini, sedikitnya ada 43 orang yang terlibat, yakni 18 laki-laki dan 18 perempuan serta 7 orang (borongan).

"Selain jumlahnya yang cukup banyak, pada Ruwatan ini ada beberapa kegiatan, di antaranya pertama kita harus mempersiapkan sarananya seperti sajen-sajennya, kedua lakonnya Batarakala, Ketiga ritualnya yaitu memakai baju ihrom dan setelah itu di mandika dan kain itu dibuang dan tidak boleh dipakai lagi," terangnya 

Sedang yang terlibat pada kegiatan tersebut, yakni jajaran pemerintah daerah, Kadis Budpar, Sekdis Budpar, Kabid Budpar, Kesultanan Kacirebonan, dan mahasiswa IAIN Syekh Nurjati cirebon yang sedang KKN di Desa Mertasinga serta juga menjadi peserta ruwatan. (din)


Terkini