HMJ IFTAQ IAIN Cirebon Gelar Kegiatan Jurnalisme Wasathiyah: Membicang Jalan Tengah Idealisme dan Bisnis Media Arus Utama

FOKUS CIREBON, (FC) - Kajian al-Qur’an memang lah universal, ia tidak hanya melulu bergulat di kajian Agama saja. Namun juga pada kajian-kajian non agama, salah satunya tentang media.

Demikian disampaikan oleh Dr. H. Hajam, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sykeh Nurjati Cirebon saat membuka acara Rihlah Jurnalistik yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IQTAF) pada Sabtu, 28 November 2020.

Acara yang berlangsung via zoom meeting itu mengusung tema “Jurnalisme Wasathiyah: Membicang Jalan Tengah Idealisme dan Bisnis Media Arus Utama” itu dihadiri narasumber Jurnalis Senior Media Indonesia Abdul Kohar, Pemimpin Redaksi Tirto.id Atmaji Sapto Anggoro dan dari Anggota Dewan Pers Asep Setiawan. 

“Saya mengapresiasi setinggi-tingginya, dan semoga acara ini menjadi motivator walaupun lulusan IAT tapi mampu membuat media dan jurnalistik yang sesuai dengan jati diri agama dan NKRI,” kata Hajam. 

Menurutnya, tema yang diusung sangat menarik, karena mengangkat  jurnalisme wasatiyah. Apalagi sedang muncul-munculnya ekstrimisme dan radikalisme serta peran media sangat penting agar pemberitaan media tidak ekstrim kanan atau kiri.

Abdul Kohar, selaku narasumber pertama menyampaikan, dua identitas hal antara idealisme dan bisnis bisa berjalan beriringan.  Idealisme butuh dikembangkan dan sebagai penggeraknya adalah bisnis.

“Karena itu pers harus tetap hidup berada di titik tengah. Dengan memperkuat dan fokus pada idealisme pers, pada hal-hal yang menjadi cita-cita pers didirikan,” ujar Dewan Redaksi Media Group itu.

Pasalnya, Media akan tetap hidup dalam situasi sekarang apabila bisa menjaga kuewarasan publik dengan bersikap independen,  jujur,  perspektif baik dalam masyakarat akan tetap dipercaya.

“Pers akan tetap hidup, juga idealisme harus terus berjalan dan harus hadir dalam ruang-ruang publik. Untuk tetap hidup dengan managemen yang sehat dan dengan ide-ide cemerlang,” tandasnya.

Sementara itu, Asep Setiawan selaku pemateri kedua mengatakan, ilmu jurnalisme wasatiyah ini adalah pengetahuan yang langka.

“Saya mencoba mengaitkan dan ternyata ada poin-poin secara implisit dalam kode etik jurnalistik, di sana sudah ada bagaimana jurnalisme harus mengambil jalan tengah,  sebagai mediator dengan penyambung lidah antara publik dengan stakeholder lainnya,” katanya. 

Ia menambahkan, pers Indonesia adalah wujud kedaulatan rakyat,  unsur ini sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis,” kata Anggota Dewan Pers itu.

“Selain itu, fungsi pers Nasional yaitu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial dan lembaga ekonomi,” kata Asep.

Narasumber terakhir, Atmaji Sapto Anggoro, berdirinya tirto ini karena dilandasi dari keinginan naik kelas.

“Sekarang ini media berlomba untuk cepat-cepatan, tidak harus cepat cepat, karena ini multimedia boleh cepat boleh tidak, semua itu bisa dilakukan,” ungkapnya.

Ia meyakini bahwa orang kreatif tidak ingin menjadi seperti orang lain, tetapi ingin menjadi lain dari pada yang lain. (Nur)

Terkini